rik telah disepakati kedhaifannya dan ditinggalkan. Bahkan Ibnu Ma’in berkata, “Pendusta.” Dalam sebuah riwayat darinya, “Ia berdusta.” Ibnu Hibban berkata, “Ia meriwayatkan dari Makhul naskah  palsu, namun tidak ia lihat.” Aku (Al Albani) berkata, “Itu adalah musibah hadits ini.”

Ketiga, Ahmad Ar Rayyaahi, ia adalah Ahmad bin Yazid bin Dinar Abul ‘Awam. Baihaqi berkata, “Majhul,” sebagaimana dalam Al Lisan, sedangkan anaknya yaitu Muhammad adalah shaduq (sangat jujur) yang disebutkan biografinya dalam Tarikh Baghdad (1/372).”
*****
Hadits keempat,
مَنْ كَتَبَ (يس) ثُمَّ شَرِبَهَا؛ دَخَلَ جَوْفَهُ أَلْفُ نُوْرٍ، وَأَلْفُ رَحْمَةٍ، وَأَلْفُ بَرَكَةٍ، وَأَلْفُ دَوَاءٍ، أَوْ خَرَجَ مِنْهُ أَلْفُ دَاءٍ
“Barang siapa yang menulis “Yaasiin” kemudian meminumnya, maka akan masuk ke dalam perutnya seribu cahaya, seribu rahmat, seribu keberkahan, dan seribu obat atau keluar darinya seribu penyakit.”
Hadits ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha’ifah no. 3293 adalah maudhu’ (palsu). Ia (Al Albani) berkata, “Dikeluarkan oleh Ar Raafi’iy dalam Tarikhnya (3/96) dengan isnadnya yang gelap dari Al Ahwash bin Hakim dari Abu ‘Aun dari Isma’il dari Abu Ishaq dari Al Harits dari Ali radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,…dst.”
Al Albani berkata, “Ini adalah matan yang batil, tampak kebatilan dan kepalsuannya. Bisa jadi pemalsunya selain Al Ahwash, karena ia walaupun dha’if, namun tidak tertuduh memalsukan, meskipun Ibnu Hibban (1/175) berkata tentangnya, “Ia meriwayatkan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang masyhur. Ia mencela Ali bin Abi Thalib. (Oleh karena itu), Yahya  Al Qaththan dan lainnya meninggalkannya.”
Al Albani menjelaskan dalam Adh Dha’iifah, bahwa malapetakanya kemungkinan terletak pada gurunya, yaitu Abu ‘Aun yang tidak dikenal, atau pada Al Harits Al A’war yang dituduh oleh sebagian mereka melakukan kedustaan. Adapun Abu Ishaq As Subai’i meskipun bercampur hapalan, namun kemungkinannya jauh jika dinisbatkan hadits yang batil ini kepadanya. Oleh karena itu, tindakan buruk, bisa dari gurunya atau orang di bawahnya, wallahu a’lam.
*****
Hadits Kelima,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ (يس) فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ؛ غُفِرَ لَهُ
“Barang siapa yang membaca surat Yaasiin pada malam Jum’at, maka akan diampuni dosanya.”
Hadits ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha’ifah no. 5111 adalah dha’if jiddan (sangat lemah). Ia (Al Albani) berkata, “Dikeluarkan oleh Al Ashfahani dalam At Targhib wat Tarhib hal. 244 (hasil copy Al Jaami’ah) dari jalan Zaid bin Al Harisy, telah mengabarkan kepada kami Al Aghlab bin Tamim, telah mengabarkan kepada kami Ayyub dan Yunus dari Al Hasan dari Abu Hurairah secara marfu’.”
Al Albani juga berkata, “Dan ini adalah isnad yang dha’if sekali. Musibahnya terletak pada Al Aghlab bin Tamim. Ibnu Hibban (1/166) berkata, “Munkar haditsnya. Ia meriwayatkan dari orang-orang tsiqah hadits yang bukan hadits mereka, sehingga lepas dari dipakai hujjah karena banyak kesalahannya.” Dan yang lain juga mendhaifkan. Adapun Zaid bin Al Harisy, Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat berkata, “Beberapa kali melakukan kesalahan.” Ibnul Qaththan berkata, “Majhul keadaannya.”
Menurut penulis, Sunnahnya; yang dibaca pada siang dan malam hari Jum’at adalah surat Al Kahfi, bukan surat Yasin. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
“Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi, maka akan bersinar cahaya untuknya selama jarak antara dua Jum’at.” (HR. Hakim dan Baihaqi, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6470)
Al Manawiy berkata, “Oleh karena itu, dianjurkan dibaca pada hari Jum’at, demikian juga malamnya sebagaimana dinyatakan Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu.”
*****
Hadits Keenam,
مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ، فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ سُوْرَةُ (يس) ؛ إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ
“Tidak ada seorang mayit pun yang meninggal, lalu dibacakan di dekatnya surat Yasin, melainkan Allah ‘Azza wa Jalla akan meringankannya.”
Hadits tersebut menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha’ifah no. 5219 adalah maudhu’ (palsu). Ia (Al Albani) berkata, “Dikeluarkan oleh Ad Dailamiy dalam Musnad Al Firdaus (4/17) dari Abu Nu’aim secara mu’allaq. Hadits ini juga terdapat dalam Akhbar Ashbahan (1/188), Ar Ruyani dalam Musnadnya (1/31/1-yang disaring darinya) dari Abdul Hamid bin Abi Rawwad dari Marwan bin Salim dari Shafwan bin ‘Amr dari Syuraih dari Abud Darda’ dan Abu Dzar, dan ia memarfu’kannya.”
Al Albani berkata, “(Hadits) ini adalah palsu. Musibahnya terletak pada Marwan (bin Salim) ini. Dua Syaikh dan Abu Hatim, “Munkar haditsnya.” Abu ‘Arubah Al Harraniy berkata, “Ia memalsukan hadits.” As Saajiy berkata, “Pendusta dan memalsukan hadits.”
*****
Hadits Ketujuh,
اِقْرَأُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ (يس)
“Bacakanlah untuk orang yang hampir mati di antara kamu surat Yasin.”
Hadits ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha’ifah no. 5861 adalah dha’if (lemah). Ia (Al Albani) berkata, “Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3121), Ibnu Majah (1448), Hakim (1/565), Ahmad (5/27), Abdul Ghaniy Al Maqdisiy dalam As Sunan (99/1-2, 105/1) dari Sulaiman At Taimiy dari Abu Utsman –bukan An Nahdiy- dari ayahnya dari Ma’qil bin Yasar secara marfu’. Al Maqdisiy berkata, “Hadits itu hasan gharib.”
Al Albani berkata, “Sekali-kali tidak. Karena Abu Utsman ini adalah majhul sebagaimana dikatakan Ibnul Madiniy, demikian juga ayahnya; ia juga tidak dikenal. Di samping itu, dalam isnadnya terdapat kegoncangan sebagaimana saya terangkan dalam Al Irwaa’ (688). Oleh karena itu, bagaimana hadits tersebut dikatakan hasan?”
Menurut penulis, yang sesuai dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika seseorang hendak meninggal adalah mengajarkan kepadanya ucapan Laailaahaillallallah sebagaimana dalam hadits berikut:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Ajarkanlah orang yang akan mati di antara kamu (mengucapkan) Laailaahaillallah.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Pemilik Kitab Sunan yang empat)
Hal itu, karena, barang siapa yang akhir ucapannya adalah adalah Laailaahaillallah, maka ia akan masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang akhir ucapannya adalah Laailaahaillallah, maka ia akan masuk surga.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Hakim dari Mu’adz, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6479)
Demikian pembahasan singkat tentang hadits-hadits keutamaan surat Yasin dan masih banyak lagi hadits dhaif lainnya berkenaan dengan surat Yaasiin, namun apa yang kami sebutkan insya Allah sudah cukup. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjadikan tulisan ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

Maraji: Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, Al Mausu’ah Al Haditsiyyah Al Mushaghgharah.